PROFIL BLOG INI

PARAY CITY, KALIMANTAN TENGAH, Indonesia

18 Mei 2008

Tugas Mandiri

PRINSIP-PRINSIP NEGARA ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik
Dosen : Abdul Khair, S.Hi





Disusun oleh :

DEDY IRAWAN
NIM. 040 311 0089



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA JURUSAN DAKWAH PRODI KPI
1429 H / 2008 M


BAB I
PENDAHULUAN

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik, Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Islam datang memperbaiki aqidah dengan memastikan ke Esa-an Allah dan memperbaiki kerusakan masyarakat. Islam membimbing manusia ke arah cinta kasih, kerjasama untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Islam membangun Daulah Islamiyah untuk membentuk masyarakat yang damai dan sejahtera. Islam menetapkan hukum-hukumnya dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, dan politik sesuai dengan ajaran khalik tentang kesejahteraan umat manusia.
Dengan adanya makalah ini, penulis mencoba mengungkap proses terjadinya Negara Islam serta prinsip yang dipegang oleh Negara Islam, agar kita semua bisa lebih memahami tentang Negara Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Kelahiran Negara Islam
Setelah Nabi Muhammad menerima wahyu pertama (6 Agustus 610 M), maka beliau menjalankan dakwah Islam dengan cara diam-diam sebagai langkah pertama mempersiapkan suatu “umat Islam”.
Taraf pertama dilakukan persiapan dalam bidang mental dan moral (rohani dan akhlak), di mana Rasul mengajak manusia untuk:
- Mengesakan Allah
- Mensucikan dan membersihkan jiwa mereka
- Menguatkan barisan
- Meleburkan kepentingan diri pribadi ke dalam kepentingan jamaah
Dengan cara diam-diam ini berjalan terus selama tiga tahun sehingga turun perintah Allah:
“Berilah ancaman dan peringatan (hai Muhammad) kepada para keluargamu yang terdekat (yang masih membangkang)”
(As-Shu’ara: 214)
Ayat tersebut di atas berarti perintah kepada Rasul untuk melakukan dakwah secara terang-terangan. Sebagai akibat dari tindakan ini, disamping banyak juga kaum Quraisy yang masuk Islam, terjadilah tindakan-tindakan keras dan kejam dari kaum Quraisy kepada Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya yang berupa penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya.
Pada suatu musim haji, Rasul keluar sendirian ke tengah-tengah kabilah-kabilah yang berhaji dari luar Mekkah, di suatu tempat yang bernama “Jabal Aqabah”, beliau bertemu dengan tujuh orang pria suku Khazraj dari Yastrib, kepada mereka didakwahkan Islam dan mereka terima.
Kembali mereka ke Yastrib, dikembangkanlah Islam di sana dan banyak penduduk Yastrib yang masuk Islam.
Singkat cerita, setelah Rasul berhijrah ke Yastrib, maka saat itu pulalah dinyatakan berdirinya Daulah Islamiyah (Negara Islam), yang waktu itu masih dipakai istilah “Umat Islam”. Peristiwa maha penting itu, ditetapkan menjadi tarikh tahun hijriah.
Dengan tetapnya Rasul di Yastrib yang kemudian namanya diubah menjadi “Madinah”, maka lahirlah unsur kekuatan yang bersifat pada dirinya yang mulia (Nabi Muhammad Saw).

B. Dasar-dasar Negara Islam
Pada waktu Islam datang, umat manusia sedang terkepung dengan kerusakan dari segala penjuru, rusak aqidah dalam hubungan manusia dengan Tuhan dan rusak masyarakat yang menghubungkan manusia dengan manusia. Sehingga masyarakat manusia lebih buas dari masyarakat binatang.
Islam datang memperbaiki aqidah dengan memastikan ke Esa-an Allah dan memperbaiki kerusakan masyarakat dengan menghapus segala bentuk perbedaan derajat manusia dan seterusnya Islam membimbing manusia ke arah cinta kasih, kerja sama untuk mencapai kebahagiaan dan perdamaian serta keadilan mutlak bagi umat manusia sendiri.
Maka atas dasar dan tujuan itulah Islam membangun Daulah atau Negara. Negara menurut cita Islam tidak tergantung di awang-awang dan tidak pula hanya bertujuan di bumi saja. Tetapi Islam mendirikan “Daulah” yang urat buminya mencengkam di bumi dan pucuknya menjangkau “Arasy tinggi.
Menurut ajaran Islam, bahwa manusia adalah pemegang amanah Allah untuk mengurus kerajaan bumi, sedangkan negara dan kedaulatannya itu sendiri adalah miliknya Allah. Oleh karena itu, yang menjadi dasar negara Islam adalah:
(1) Tauhid (ke-Esa-an Allah)
(2) Ukhwah Islamiyah (persaudaraan dalam Islam)
Kedua dasar ini terhimpun dalam ayat Al-Qur’an S. Ali-Imran ayat 103-104.
Artinya:
“Bersatulah dalam ikatan tali Allah. Jungian berpecah belah. Kenangkan sejenak nikmat Allah kepadamu di waktu kamu bermusuh-musuhan lantas Allah menanamkan cinta kasih dalam hatimu, sehingga dengan karunia Allah itu kamu menjadi bersaudara kembali, dan ketika kamu berada di ujung neraka lantas Allah membebaskan dari padanya. Demikian caranya Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Semoga kamu mendapat petunjuk, dan hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat yang mengajak manusia ke jalan kebaikan dan menyuruh mereka berbuat ma’ruf serta mencegah mereka dari berbuat mungkar, mereka itulah umat yang beruntung”.
Kedua ayat tersebut di atas tidak saja menggariskan dasar-dasar Negara, tetapi juga sekaligus menggambarkan tujuan dari Negara itu sendiri. Jelaslah, bahwa bagi Islam “Negara” bukanlah tujuan terakhir. Negara adalah jalan untuk mencapai tujuan yaitu keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Ukhwah Islamiyah adalah ikatan persatuan umat yang dengan sendirinya terpadu oleh keimanan semata, seperti yang diikrakan Al-Qur’an.
“Sesungguhnya para mukmin adalah bersaudara. Karena itu diciptakan Susana damai di tengah-tengah mereka. Bertakwalah kepada Allah semoga kamu mendapat rahmat”. (Al-Hujarat: 10)
Tauhid dan Ukhwah Islamiyah yang menjadi dasar Negara Islam, telah menjadikan agama dan negara satu kesatuan yang padu tak terpisahkan.


C. PRINSIP-PRINSIP NEGARA ISLAM
Negara Islam ditegakkan di atas empat prinsip yang penting
1. Prinsip Syura
2. Prinsip Keadilan
3. Kebebasan
4. Persamaan

(1) Prinsip Syura
Asas kepada prinsip syura ini ialah firman Allah SWT. yang artinya: “Bermusyawarahlah dengan mereka dalam satu urusan”
Dan firman-Nya.“Dan urusan mereka hendaklah bermusyawarah di antara mereka.” Ayat-ayat ini memerintahkan supaya bermusyawarah dalam perkara yang melibatkan urusan orang-orang Muslim. Rasulullah SAW, bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya dalam urusan-urusan kepentingan umat dan negara seperti dalam peristiwa peperangan Badar dan Uhud. Demikian juga para sahabat-sahabat, Abu Bakar bermusyawarah untuk mengambil tindakan atas orang-orang murtad, Saidina Umar bermusyawarah untuk menyelesaikan tanah rampasan perang..
Mereka juga bermusyawarah untuk mengambil tindakan mengumpul, menyalin dan menyusun al Qur’an. Jadi, prinsip syura ini adalah lumrah dalam pimpinan Islam dalam segenap peringkatnya.

(2) Prinsip Keadilan (Justice)
Keadilan yang dimaksudkan di sini ialah keadilan mutlak yang digariskan oleh Islam yang mengatasi segala kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan sebagainya, sekalipun terhadap musuh dan terhadap golongan non-muslim. Allah berfirman: “Apabila kamu memberi saksi hendaklah dengan adil sekalipun hal itu mengenai keluarga. Janji Tuhan hendaklah kamu patuhi. Itulah yang dipertingkatkan kepada kamu, mudah-mudahan kamu ingat.”.
Rasulullah SAW. bersabda: “Siapa yang menyakiti Dhimmi akulah musuhnya”. Maka prinsip keadilan ini menjadi asas dalam pemerintahan Islam yang melibatkan seluruh golongan dalam masyarakat.

(3) Kebebasan
Kebebasan itu diberikan kepada rakyat yang tunduk dibawah pemerintahan Islam, baik dari golongan Muslim atau bukan Muslim. Oleh sebab manusia diberi hak kebebasan memilih maka hal ini perlu diberikan kepada semua individu. Islam memberi kebebasan beragama, kebebasan dalam memiliki harta, kebebasan bergerak dan berpindah, kebebasan berbicara dan memberi pendapat hendaklah dalam ruang yang tidak merusak kepentingan undang-undang syara. dan ketenteraman kehidupan masyarakat yang menjadi asas kepada undang-undang negara.. Kebebasan itu adalah dengan falsafah negara, system politik dan perundangannya. Lantaran itu mereka yang murtad dalam negara Islam dianggap sebagai pengkhianat (treason).

(4) Persamaan
Prinsip persamaan ini ialah setiap kaum adalah sama sebagai rakyat di antara satu sama lain dalam hak kebebasan dan tanggungjawab di hadapan undang-undang. Islam dalam melaksanakan prinsip ini secara umumnya berlaku dalam kehidupan rakyat negara Islam tetapi dalam beberapa hal ada perbedaaannya di antara rakyat yang mendukung negara dan rakyat yang tidak mendukung ideology Negara tetapi patuh kepada pimpinan negara. Prinsip equality ini diterima oleh Islam dalam konteks penyelarasan dalam perhubungan manusia secara umum.
Allah berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan kamu dari golongan lelaki dan perempuan. Kami jadikan kamu dari berbagai bangsa dan suku kaum, supaya kamu dapat berkenalan. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Tuhan ialah bertaqwa.”
Manusia tidak ada bedanya di antara satu dengan yang lain dalam penilaian Allah di segi keturunan, warna kulit, bahasa dan kebudayaan, tapi perbedaan itu terletak kepada ketaqwaannya. Rasulullah SAW. bersabda: “Kamu semua dari Adam dan Adam dari tanah, tidak ada perbedaan di antara orang Arab dengan orang bukan Arab kecuali dengan taqwa. Berdasarkan prinsip inilah Rasulullah SAW. menegaskan dalam pelaksanaan undang-undang dalam sabdanya yang artinya: “Demi Allah sekiranya Fatimah mencuri aku potong tangannya.”








Tidak ada komentar: